Anggaran pemerintah daerah sedang defisit. APBN yang diharapkan pun dipangkas. Proyek terpaksa dibabat. Lantas apakah pembangunan harus stagnan? Rupanya ada solusi menarik.
RIZKI HADID, Jakarta
SERET anggaran jadi hambatan utama pemerintah daerah di Kaltim melaksanakan pembangunan. Namun rupanya, ada pola Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau public private partnership yang memungkinkan pihak swasta membangun dan mengelola proyek pembangunan.
Jadi, pemerintah daerah tak mengeluarkan APBD dalam menjalankan pembangunan. Sayangnya pola ini kurang digencarkan pemerintah daerah di Kaltim. Padahal dibenarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Media ini berkesempatan mengikuti bimbingan teknis yang digelar Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI) di Jakarta pada Rabu (26/10) lalu. Mengusung tema Aspek Hukum Pengadaan,acara yang berlangsung dua hari itu menghadirkan Direktur Penanganan Masalah Hukum LKPP Setya Budi Arijanta yang membawakan materi tentang strategi menghadapi masalah hukum pengadaan barang/jasa dan menangkal kriminalisasi pada pengadaan barang/jasa.
Pemateri kedua adalah Kepala Seksi Advokasi LKPP Jawa Bagian Barat Nandang Sutisna yang membawakan materi tentang aspek hukum pidana, perdata, dan administrasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintahan.
Setya Budi dalam pemaparannya mengatakan, investasi dengan pola KPBU memang memungkinkan di daerah. Namun, mekanismenya mesti dilakukan lelang. Sebab, peminatnya tak hanya satu. Saat lelang dinilai berapa biaya konstruksi yang ditawarkan dan berapa bagi hasil dengan pemerintah. Jadi, swasta yang membangun dan mengelola dalam kurun waktu tertentu. Misalnya membangun taman, lalu dalam perjanjian dibolehkan membangun videotron yang dikelola mandiri oleh swasta hingga waktu tertentu. Kata Setya, hal itu sudah dilaksanakan di Jakarta dan kota besar lainnya.
Dicontohkannya, di luar negeri, stadion olahraga dibangun oleh swasta. Sebab, itu merupakan industri hiburan. Untuk mengikuti lelang tersebut tak dibatasi pengusaha dalam negeri saja. “Jadi, swasta bikin konsepnya seperti apa. Termasuk bila suatu hari stadion tersebut tidak terpakai lagi bakal dijadikan apa. Tiongkok dan Malaysia sudah berlakukan ini,” jelas lelaki yang juga dosen di Universitas Trisakti, Jakarta itu.
Ia mengatakan, setelah dilakukan studi kelayakan, bakal diketahui apakah KPBU bisa dilakukan atau tidak. Menurut dia, dulu pola KPBU sebatas bandara, pelabuhan, listrik, dan jalan tol. “Bisa juga dilakukan terhadap proyek non-infrastruktur misalnya pasar, median jalan, dan lainnya,” sebut lelaki yang kerap dipanggil menjadi saksi ahli pengadaan di persidangan itu.
Dijelaskannya, KPBU itu sebenarnya telah dimuat dalam Perpres 67/2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Beberapa kali revisi dilakukan, sebelum diubah menjadi Perpres 38/2015. Dalam aturan itu termuat amanat bagi LKPP untuk membuat aturan turunan berupa tata cara pelaksanaan pengadaan badan usaha kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur lewat Peraturan Kepala LKPP Nomor 19/2015. (*/lhl/k15)
Berita ini pernah terbit di Kaltim Post. Silakan berlangganan Kaltim Post.
http://m.kaltim.prokal.co/read/news/282484-sedang-defisit-pemerintah-boleh-gandeng-investor.html