Berkarya dengan bikin video-video menarik di YouTube masih belum terlalu booming di Samarinda. Padahal, ada banyak peluang yang bisa diambil lewat aktivitas mengunggah video tersebut. Misalnya menjadi tenar dan mendapat penghasilan dari YouTube.
Rizki Hadid, Jakarta
“Keep a smile on your face” menjadi kalimat motivasi andalan yang selalu diucapkan Laurentius Rando di setiap video. Ia merupakan beatbox artist, atau seniman yang menirukan suara alat musik dengan mulut. Rando juga pendiri Jakarta Beatbox.
Lelaki yang akrab disapa Gazelle Cross ini pada enam tahun lalu mulai mengunggah video tutorial beatbox dengan bahasa Indonesia. Ditonton banyak orang, akhirnya ia membuat konten vlog alias video blog. “Fans suka kehidupan di balik layar dari Jakarta Beatbox,” jelas dia saat ditemui di sekolah beatbox, Jakarta, Sabtu (3/9) lalu.
Memilih YouTube sebagai platform promosinya lantaran mudah diakses dan tak perlu audisi seperti di televisi. Selain itu, kata dia, bebas berekspresi asalkan tidak hate speech, SARA, dan pornografi. “Konten yang saya bikin adalah musik, sketsa, challenge, dan apapun yang menyenangkan penonton,” beber dia.
Menurut Rando, menjadi YouTuber tak mesti orang Jakarta. Mereka yang di Kaltim juga bisa. Sebab, internet bisa diakses siapa saja, asalkan konten bagus pasti disukai orang. Kata dia, YouTuber Kaltim bisa bikin konten soal wisata. Sebab, banyak potensi wisata yang bisa digali dan ingin diketahui banyak orang di Indonesia. Itu juga bisa menjadi guidance bagi para penonton. “Jangan ada batasan. Lakukan saja,” kata dia.
Dikatakannya, modal pertama adalah motivasi. Dengan senang membuat video, apapun yang terjadi bakal terus berkarya. Terutama bila masih awal bikin video pasti sedikit penonton. Yang perlu dilakukan adalah tetap berkarya. Modal kedua adalah kepercayaan diri. Ia mengaku awalnya dia kaku di depan kamera. Banyak kedip, lihat lantai, atau lihat atas. Kata dia yang benar lihat ke lensa sehingga ada chemistry dengan penonton.
Modal ketiga adalah kamera. Tapi pakai kamera ponsel pun bisa. Kata dia, banyak juga di YouTube yang hanya modal kamera ponsel tapi dapat jutaan views. Sebab, yang penting kontennya. “Saya pakai kamera compact Canon G7X. Sebab gambarnya oke, layar bisa dibalik, dan fokusnya cepat,” kata dia.
Untuk bikin daily vlog, kamera SLR kurang dia sarankan karena berat saat digenggam. Lebih baik pakai kamera compact. Kata dia, beli kamera sesuaikan budget. Kamera harga Rp 1 juta juga bisa dipakai.
Soal konten, menurut dia jadi diri sendiri saja. Termasuk soal gaya bahasa, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh. Yang paling penting konsisten mengunggah video. “Mengedit video di komputer atau laptop. Ada banyak software. Misalnya Adobe Premier, Final Cut Pro, dan Sony Vegas Pro,” beber dia.
Sejauh ini, subscribers dari videonya berusia dari 18 hingga 24 tahun. Menurut dia, konten yang paling disenangi penontonnya adalah daily vlog dan challenge. Ratingnya cukup tinggi. Mengapa vlog diminati? Menurut dia, aktivitas vlog yang dilakukannya inspiratif, menyenangkan, dan memotivasi. Misalnya jalan-jalan ke tempat wisata di Indonesia.
Rando mengatakan, sejak kuliah ia tak terpikir untuk kerja kantoran. Menurut dia, kerja kantoran merupakan opsi terakhir dalam hidupnya. Berapa penghasilan di YouTube? Menurut dia, hal itu tak bisa dibicarakan. Yang pasti nominalnya setara dengan gaji manajer di kantoran. “Duit dari YouTube itu menurut saya hanya bonus dari segala yang saya lakukan,” sebut dia.
Apakah YouTube bisa dijadikan penghasilan utama? Menurut dia bisa. Asalkan konsisten berkarya. Namun kata dia, hal itu tak disarankan. Mengincar duit dari YouTube bakal kecewa. Jadi, lakukan saja sebagai hobi. Rejeki hanya bonus.
Rando menegaskan, YouTube bisa mendukung bisnis. Sebab, sosial media berbasis video ini selalu muncul di halaman pertama di mesin pencarian Google. “Saya sangat terbantu dengan YouTube. Orang yang mencari saya di Google, muncul juga video-video saya,” jelas dia.
Selain sebagai digital content creator, Rando juga punya bisnis sekolah beatbox. Jadi, mereka yang ingin belajar beatbox diajarkan secara berbayar di kelas dengan kurikulum yang sudah disusun sistematis. Selain itu, ada jasa desain, dan juga penghasilan manggung sebagai beatboxer.
Ia juga mendapat dua perhargaan dari YouTube. Yakni silver play button untuk mereka yang sudah tembus 100 ribu subscribers. Penghargaan pertama untuk channel Jakarta Beatbox dengan 180.394 subscribers. Kedua, untuk channel pribadinya LRando yang saat ini sudah 307.472 subscribers dengan penonton rata-rata puluhan hingga ratusan pervideo. Ada juga video Draw My Life miliknya yang tembus hingga 2,7 juta penonton. “Saya butuh enam tahun untuk mengumpulkan 100 ribu subscribers di channel Jakarta Beatbox. Tapi hanya sebulan untuk channel pribadi. Kesuksesan pasti datang, tapi di waktu yang berbeda-beda,” beber dia.
Untuk menjadi YouTuber menurut dia tak mesti jadi artist dulu. Namun, cukup jadi diri sendiri dan tawarkan kebolehan yang dimiliki. Misalnya, Rando yang memang sudah punya bakat public speaking dan memotivasi orang sebelum bikin akun YouTube. “Kalau bisa bikin video inspiratif dan informatif. Misalnya life hack atau penemuan-penuam baru yang seru. Jangan suruh orang nonton video tapi kamu tak menawarkan sesuatu,” ujar dia.
Kata dia, supaya bisa bertahan di YouTube, menurut dia sejak awal jangan berpikir soal income. Kritik akan selalu ada. Namun ditanggapi dengan bersyukur karena kritikus itu justru menonton videonya. “Kalau tidak suka pasti langsung skip. Jangan down. Tetap bikin video yang lebih oke,” lanjut dia.
Menjadi YouTuber menurut dia banyak untungnya. Selain dapat duit, juga diperlakukan bak artis. Hal itu selalu dialami Rando. Menurut pengakuan orang sekitarnya, subscribers malah lebih memilih mengerumuni YouTuber dibandingkan artis. Mengapa demikian? Menurut dia, karena YouTuber selalu menyapa penonton di setiap videonya. Hal ini yang tidak dilakukan artis di televisi. “Hal itu yang bikin kangen subscriber. Ibarat pacaran long distance relationship. Begitu ketemu langsung diluapkan segalanya. Bahkan tak sedikit fans yang menangis. Saya juga bingung mengapa bisa begitu,” jelas dia. (*)
Terbit di Kaltim Post pada Rabu, 14 September 2016 di halaman 21.