Bangkit Musik Kaltim!

Oleh: Rizki Hadid, S.H.

TULISAN kali ini saya dedikasikan untuk generasi muda Kaltim. Terutama para musikus ataupun penikmat industri kreatif yang memiliki cita-cita besar. Cerita bermula ketika saya berkunjung ke Bandung, Jawa Barat, beberapa hari lalu. Di kota yang dipimpin Ridwan Kamil itu, saya menjumpai seorang musikus lokal Bandung bernama Albert Shadrach Dragtan. Dia merupakan drummer dari Komplete Kontrol, band bergenre hardcore punk asal Bandung.

Menurut saya, ada yang menarik dari Albert. Kendati mengusung musik yang segmented, tidak seperti musik pop yang nyaris bisa diterima segala kalangan, tapi band dia masih bisa eksis hingga sekarang. Memiliki massa fanatik. Selain itu, yang paling menarik, musikus lokal seperti Albert ini bisa menghidupi diri dari bermusik. Terus terang, hal seperti itu merupakan cita-cita sebagian besar musikus asal Kaltim, terutama saya kala masih giat bermusik.

Saya mulai mengenal musik sejak di SMP 1 Samarinda kelas 3. Kawan bernama Rizkan dan Ega mengenalkan musik punk rock. Mereka mengajak saya latihan band di studio samping sekolah yang kini telah menjadi Taman Samarendah. Kami ngeband sekadar ingin dianggap keren di sekolah saat itu.

Seiring waktu, anak band yang sudah sering latihan di studio pasti ingin unjuk gigi di panggung yang sebenarnya, ditonton banyak orang. Pada sekitar 2005, tak banyak panggung yang bisa dijajal anak band. Universitas Mulawarman saat itu terbilang cukup rajin menggelar festival atau parade band. Tapi, panggung itu tak gratis dan kerap dimenangkan band yang memainkan lagu skill rumit, seperti Dream Theatre atau Funky Kopral saja. Sementara itu, panggung yang mensyaratkan lagu ciptaan masih minim. Padahal, itu yang bakal menumbuhkan musikus kreatif di Kaltim. Hal itu juga membuat band yang saya bentuk bersama Ardha Brontosaurus, vokalis yang kini penyiar di Radio KPFM, lalu Fernando yang kini gitaris band metal Suddenlyharus bubar.

Hingga kini tak banyak band asal Kaltim yang tembus ke ibu kota. Kalaupun ada, tak bertahan lama. Hilang ditelan waktu. Berhenti bermusik, mengubur mimpi, lalu bekerja kantoran. Penyebab kegagalan sudah pasti tidak sesederhana itu. Namun yang pasti, kami kekurangan panggung. Padahal, kalau dihitung, musikus di Kaltim tak hanya dari Samarinda dan Balikpapan. Bahkan, di Nunukan, yang dulunya masih termasuk Kaltim, ternyata banyak anak band kreatif yang bisa menciptakan lagu-lagu menjual.

Musik selalu melibatkan banyak orang. Hitung saja jumlah band se-Kaltim. Ditambah kru, fans, dan penikmat musik musiman. Sangat banyak. Dunia musik selalu melahirkan massa fanatik. Ketika si artis melakukan hal tertentu, tak sedikit fans mengikuti sikap si artis. Itu sebabnya kampanye politik selalu melibatkan band terkenal.

Beberapa tahun belakangan, parade band semakin jarang diadakan. Kenyataannya, dengan bermusik, kegiatan positif anak muda tersalurkan. Mereka yang berhenti bermusik, atau generasi yang belum sempat merasakan nikmatnya bermusik, kini menyalurkan gelora mudanya di ormas.

Belum lama ini, Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang menegaskan, Kota Tepianterlalu tegang, kurang hiburan. Itu sebabnya, Jaang membangun banyak taman di Samarinda. Itu merupakan langkah yang bagus. Apalagi jika ditambah dukungan pemerintah daerah terhadap musikus lokal.

Contoh paling nyata ada di Kukar. Bupati Rita Widyasari sangat mengapresiasi musikus lokal. Bahkan, musik dengan genre yang terbilang segmented, seperti underground, didukung penuh. Menyediakan panggung dan menghadirkan band-band metal dari luar negeri. Dukungan pemerintah daerah sangat dinanti pemusik di Kaltim. Saya yakin, musikus Kaltim bisa bersaing dengan daerah lain hingga melahirkan prestasi yang membanggakan Benua Etam.

Pemusik lokal kini tak perlu pesimistis. Jika dulu anak band mesti bertarung di Jakarta untuk bisa masuk ke major label, kini dengan era teknologi sudah banyak jurus “potong kompas”. Belakangan ramai muncul akun anak muda di YouTube. Sebut saja, Skinnyindonesian24YoungLexRezaOktovian, dan lain-lain.

Mereka tenar di YouTube dengan memublikasi video kreatif. Misalnya, Skinnyindonesian24 terkenal karena memproduksi video-video lucu. Dua kakak beradik bernama Jovial daLopez dan Andovi daLopez itu kini sudah bermain film. Begitu pula RezaOktovian yang konten videonya tentang cara dia bermain game, juga membintangi film bersama daLopez bersaudara itu.

Sementara itu, YoungLex adalah rapper asal Jakarta. Cita-citanya ingin hidup dari bermusik. Lantaran tak punya modal yang banyak, akhirnya dia membuat videoklip secara mandiri kemudian ditayangkan ke YouTube. Hasilnya, musik hip-hop garapannya ditonton jutaan penonton di media sosial berbasis video itu. Kini dia memiliki videoklip tanpa bantuan major label, memiliki penghasilan dari YouTube, mendulang fulus dari konser, dan punya beberapa distro.

Artinya, peluang industri kreatif di Kaltim semakin terbuka luas. Terutama bila didukung oleh pemerintah daerah. Ditambah lagi publikasi pers di daerah. Bayangkan jika seniman lokal dengan content kreatifnya ditayangkan di televisi daerah dan diliput oleh koran terbesar di Kaltim. Tentu menegaskan Kaltim siap bersaing dengan Bandung dan Jakarta dalam hal kreativitas. Sudah saatnya anak muda Kaltim berbuat hal positif untuk daerahnya. Bangkit musik Kaltim! (*)

Artikel ini pernah terbit di Kaltim Post. Silakan berlangganan Kaltim Post.

http://m.kaltim.prokal.co/read/news/267358-bangkit-musik-kaltim.html

Scroll to Top