Mau Aman? Lelang Online yang Disupervisi KPK

Kasus korupsi pengadaan proyek pemerintahan masih mewarnai penegakan hukum di Indonesia. Yang kerap menjadi pesakitan adalah tim Pokja Unit Lelang Pengadaan. Maka rasa khawatir pun selalu menghantui pejabatnya.

RIZKI HADID, Jakarta

WAJAR tanpa pengecualian (WTP) selalu menjadi euforia kebanggaan setiap kepala daerah yang menerima predikat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Padahal menurut Direktur Penanganan Masalah Hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan (LKPP) Setya Budi Arijanta, audit tersebut dilakukan pada laporan keuangan, bukan pengadaan. Jadi, biarpun mendapat WTP berkali-kali, audit tersebut berupa sampel, tidak keseluruhan. “Apalagi jumlah auditor terbatas,” beber dia di bimbingan teknis aspek hukum pengadaan yang digelar Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI) di Jakarta, Rabu (26/10) lalu.

Menurut dia, setidaknya sudah ada 5 ribu kasus pengadaan yang masuk ke ranah hukum. Kata dia, rata-rata penyebabnya tidak ada analisis kebutuhan, sehingga jadi bermasalah lantaran proyek titipan. “Padahal syarat wajib adanya proyek itu adalah analisis kebutuhan,” terang pejabat yang juga dosen Universitas Trisakti, Jakarta itu.

Setya mengatakan, penegak hukum mestinya tidak hanya memeriksa pada saat fase pemilihan di pengadaan. Tapi juga saat penganggaran. Sebab, kata dia, kalau hanya di fase pemilihan, yang terjerat adalah pokja unit layanan pengadaan (ULP). “Pokja ULP itu hanya prajurit, bukan mafia. Kalau diperiksa di fase anggaran, bakal ketahuan apakah proyek itu datang dari langit (tidak sesuai analisis anggaran),” ungkap dia.

Selama ini, kata Setya, hanya pokja ULP kerap diseret ke pengadilan tapi mafia proyek tidak jelas penegakannya. Kerja yang berisiko namun penghasilannya standar saja. Bahkan ada di beberapa daerah hanya diberi insentif Rp 250 ribu per satu proyek. Padahal pokja ULP ini sering kali mengefisiensikan proyek-proyek pengadaan hingga miliaran rupiah.

Ia menegaskan, pokja ULP harus bersikap tegas apabila ada permainan. Kata dia, lebih baik digeser jabatan daripada dipenjarakan penegak hukum. Untuk itu, seorang pegawai harus punya sekoci cadangan. Maksudnya, punya penghasilan lain di luar pekerjaan sekarang. Jadi, bila tiba-tiba digeser atau diberhentikan, tidak terlalu takut. Itu lebih baik daripada harus mendekam di jeruji besi.

Semua orang jahat, kata Setya bakal masuk penjara. Hanya tinggal menunggu waktu kapan tersingkap kasusnya. Selain punya sekoci cadangan, pokja ULP juga mesti punya “peluru”. Maksudnya, berani melaporkan ke KPK bila ada pihak yang ingin menyeret dirinya pada kasus yang tidak ada kaitan dengan dirinya. “Melapor ke KPK bakal dilindungi,” sebut dia.

Pokja ULP menurut dia, sering kali terseret oleh kepentingan oknum pimpinan. Jadi, bila dalam kondisi tersebut, kata Setya, biasakan menolak bertemu empat mata. Kemudian, rekam setiap pertemuan, meskipun saat ini bukti rekaman dianggap tidak valid lantaran hanya penegak hukum yang dinilai berhak merekam. Setidaknya ada dokumentasi pribadi. Selanjutnya, sebisa mungkin mengamankan dokumen penting sebagai pembelaan.

Setya mengatakan, untuk meminimalisasi praktik korupsi dalam pengadaan, sistem harus diperbaiki. Kata dia, pemerintah mestinya mencontoh sistem pengadaan di Pemkot Surabaya. Di sana, sistem serba-online. Jadi, proyek titipan bisa ketahuan. Dari sistem itu juga bakal ketahuan bila kontraktor menipu progres, sebab terpantau lewat satelit. “Risma (Wali Kota Surabaya) itu kerap menerima studi banding dari berbagai provinsi. Namun tidak dipraktikkan, padahal gratis. Hal itu juga dikeluhkan Risma. Pihaknya kerap menyiapkan konsumsi (dari duit Pemkot Surabaya) untuk menerima tamu dari berbagai daerah,” ujar dia.

Akhirnya sistem online dari Pemkot Surabaya itu diberikan ke KPK. Jadi, bila ada pemerintah daerah yang berminat, KPK akan memberikan dengan syarat siap dikoordinasikan dan disupervisi oleh KPK. (*)

Berita ini pernah terbit di Kaltim Post. Silakan berlangganan Kaltim Post.

http://m.kaltim.prokal.co/read/news/282583-mau-aman-lelang-online-yang-disupervisi-kpk.html

Scroll to Top